1. RATZEL
Karya Ratzel sebenarnya mencakup lebih luas dari pada sekedar pengolahan faham determinisme. Ia menaruh perhatian kepada masalah-masalah baru, hal yang mendorongnya adalah perjumpaannya dengan masyarakat-masyarakat primitif di benua Amerika.
RATZEL pun menggunakan pengertian geografis gendre de vie seperti yang dikemudian diajukan oleh VIDAL. Menurut ia gendre de vie sebagai bentuk adaptasi berbeda pada bangsa primitif dan bangsa modern. Kemudian RATZEL menghadapi problem juga, yakni bahwa menurut pengamatannya orang-orang yang berbeda dalam satu lingkungan ternyata tak sama adaptasinya. Dipertanyakannya bagaimana lalu peranan alam di situ bagi manusianya.
Juga dipelajarinya akibat-akibat dari migrasi penduduk. Kenyataannya, penduduk yang pindah lingkungan lain tak mengalami perubahan jasmani. Akhirnya RATZEL menentukan bahwa perbedaan secara rasial tak akan mengalami perubahan meskipun yang bersangkutan pindah tempat tinggal.
Perhatiannya kepada masalah-masalah tersebut mendorongnya untuk pada masa tuanya menulis buku yang berjudul Politisce Geographie (1897). Di situ dikupasnya dengan saksama pengertian-pengertian seperti nasion, bangsa dan ras menjadikannya itu suatu pokok bahasan geografis yang khusus pula.
2. ELLEN CHURCHILL SEMPLE
Menurut dugaan CLAVAL dasar-dasar filsafat dari faham determinisme alam yang diajarkan oleh RATZEL lebih banyak yang dikeluarkan dalam kuliah-kuliahnya dari pada yang dibuku-bukunya. Buku yang ditulisnya berjudul Influences of Geographic Environment: on The Basic of Ratzel’s System of Anthropogeography (1911).
Pada bab petama SEMPLE mengemukakan ini: “Manusia itu adalah produk dari permukaan bumi. Ini tak hanya berarti itu bahwa ia itu adalah anak dari bumi, karena tubuhnya menjadi besar oleh hasil bumi, tetapi juga bumi telah melahirkannya, mendidiknya, mengarahkan pikirannya, memberikan masalah alam untuk dipecahkan.
SEMPLE dalam uraiannya tentang geografi keagamaan sampai menulis ini : “Di bentangan-bentangan alam yang sifatnya monoton di situ lahirlah agama-agama yang monotheistis, di situ pula Tuhan diakui sebagai yang maha Esa, maha satu tanpa rival, sama dengan posisi pasir di gurun pasir dan rumput di stepa”. Sebenarnya ungkapan ini adalah pengembangan lanjut dari perumusan RATZEL yang berbunyi: Apabila suatu ruang itu bersifat serba terbatas dan berdiferensiasi sedikit, maka tipe-tipe fisik dan peradaban di situ akan bersifat monoton pula.
3. ELLSWORTH HUNTINGTON
Tokoh determinisme lain di Amerika Serikat adalah HUNTINGTON (1876-1947) Ia mengawali profesinya sebagai ahli geologi tetapi mulai tahun 1904 ia pindah ke klimatologi. HUNTINGTON terkenal dengan tokoh determinisme iklim.
Fahamnya tentang determinisme itu dibelokannya menjadi suatu teori tentang tantangan : perbedaan-perbedaan yang besar tidak lahir dalam kondisi-kondisi yang mudah, akan tetapi justru dalam kondisi yang sulit dan berat. Buku yang ditulis HUNTINGTON berjudul Principlesof Human Geography. Sehabis meninggalnya masuh dicetak ulang dengan pengolahan seperlunya oleh CHUSING (1951).
Pemikiran-pemikiran HUNTINGTON tentang lahirnya peradaban ternyata dioper pula sebagian oleh filsuf sejarah ARNOLD TOYNBEE peradaban itu lahir tidak dalam kondisi alam yang amat sulit atau amat mudah, tetapi yang sedang.
Menurut para determinis dalam lingkungan ilmu geografi kita cukup menganal lingkungan alam dengan baik untuk kemudian berusaha meramalkan perjalanan sejarah mendatang dari wilayah yang bersangkutan. Akhirnya determinisme alam atau determinisme geografi mengalami kemujnduran. Para geograf pada abad 20 lebih memperhatikan peranan manusia berbudaya dengan free will-nya.
4. VIDAL DE LA BLACHE
Perbaikan arus pemikiran geografis yang melawan environmentalisme Jerman yang begitu ekstrem. Dipelopori oleh geograf Prancis VIDAL DE LA BLACHE (1845-1918). Bukunya yang berjudul Principles de la Geographie Humaine yang besar pengaruhnya bagi perkembangan geografi selanjutnya diterbitkan pada tahun, jadi sehabis ia meninggal.
Prinsip pertama yang diajukan VIDAL yakni: manusia karena akal budinya mampu mengungguli makhluk-makhluk lain sehingga kemampuannya yang kretif itu berekspresi nyata di permukaan bumi.
VIDAL menekankan bahwa posisi manusia yang superior itu adalah bakat tehnologinya, sebenarnya VIDAL telah mensugestikan bahwa tehnologi materil dan tehnologi organisatoris yakni cara-caranya menaklukan alam. Dua jenis tehnologi itu merupakan nivo peradaban tehnologis, yang disingkatnya dengan sebutan civilization.
VIDAL sendiri lebih memandang alam pertama-pertama sebagai penghambat atau pembatas terhadap usaha manusia dalam bermata pencaharian; adapun superioritas manusia justru terletak pada kemenangannya atas segala hambatan itu.
VIDAL menerapkan ekologi nabati pada geographie humaine-nya. Manusia menurut fahamnya tak bersifat pasif, melainkan aktif terhadap milieu fisisnya dan dengan tehnologi itu manusia mengejar kesejahteraan hidupnya.
5. BRUNHES
Tokoh lain, yakni murid VIDAL sendiri JEAN BRUNHES (1868-1930) mengembangkan lanjut faham gurunya yang isinya alam itu merupakan sumber dari berbagai kemungkinan yang membantu manusia dalam berjuang hidup. Dari sinilah baru kemudian muncul sebutan possibilisme bagi aliran Prancis itu.
Pengaruh BRUNHES atas geograf Belanda VAN VUUREN cukup besar juga. Tokoh ini berpendapat bahwa sikap masyarakat di suatu wilayah dicerminkan oleh kenampakn wilayah itu sendiri sebagai hasil dari cara manusia memenfaatkan tanah.
Bagi para pengabdi sociale geografie di Belanda, bentang alam budaya merupakan saran ayang tepat untuk mengenal sejarah usaha manusia dalam mengejar kesejahteraannya. Sehubungan itu ia brpendapat bahwa geografi ekonomi itu berisi telaah atas struktur ekonomi dari masyarakat di dalam perbedaan khorologisnya dan di dalam interelasi khronologisnya.
6. SORRE
Selanjutnya adalah menantu VIDAL yaitu DE MORTONNE membukukan gagasan-gagasan VIDAL, dan sisanya oleh SORRE. Dari berbagi tulisannya nampak bahwa ia memberikan tekanan pada prestasi manusia, berkat adanya dua jinis tehnologi.
Tata kerja SORRE meburut penilaian CLAVAL geograf Prancis di masa ini demikian: terlebih dahulu dibahas dasar-dasar dari geografi sosial, kemudian dasar-dasar tehnologinya.
Adapun dalam faham possibilisme ada geografi tentang manusia yang bertindak menurut nalar, yakni sebagai homo faber dan homo sapiens. SORRE memang memperhatikan sekali manusia yang mencipta itu. Meskipun dasar-dasar yang biologis dari geografi menyumbangkan banyak gagasan baginya. Geografi bukan sesuatu yang sederhana, karena memiliki dua muka, dan masing-masing itu membutuhkan pendekatan.
7. LE LANNOU
Sehabis perang dunia kedua di Perancis muncul geograf LE LANNOU dengan bukunya La Georaphie Humaine (1948). Ia mengatkan para geograf lain dengan definisinya yang menyimpang dari VIDAL. Menurut LE LANNOU geografi itu ilmu yang menelaah manusia dalam tempat tinggalnya. Dengan demikian karena objek telaah adalah manusia, maka geografi seakan-akan menjadi ilmu sosial.
Geografi menurut ia memiliki objek telaah, yakni kelompok-kelompok manusia serta karya-karyanya di bumi. Penjelasannya : Sengaja saya tempatkan manusia di depan, tanpa mengurangi inti dari geografi fisis.
LE LANNOU mencoba mambagi geografi atas tiga jenis yakni: geografi umum, geografi regianal, geografi terapan. Geografi umum gunanya pada awal penelaahan wilayah seperti yang kita kenal dengan sebutan geografi fisis. Adapun dalam menelaah wilayah lanjutnya dipakai geografi sosial atau terapan, dan hasilnya berupa geografi regional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar